KEDARURATAN ENDODONTIK
KEDARURATAN ENDODONTIK
Kedaruratan endodontik biasanya dikaitkan dengan rasa nyeri atau pembengkakan dan memerlukan penegakan diagnosis serta perawatan dengan segera. Kedaruratan ini disebabkan oleh adanya kelainan dalam pulpa dan atau jaringan periradikuler. Kebanyakan keadaan darurat gigi adalah adanya gangguan yang tidak direncanakan di dalam praktek sehari-hari, namun dokter gigi harus memberikan pertolongan dengan cepat dan efektif. Kedaruratan endodontik adalah suatu tantangan, baik dalam penegakan diagnosis maupun penatalaksanaannya.
Dalam beberapa aspek diperlukan pengetahuan dan keterampilan yang baik, ketidakmampuan menerapkan keterampilan dan kemampuan yang baik akan menimbulkan akibat yang membahayakan. Diagnosis danperawatan yang tidak tepat mungkin dapat meredakan nyeri yang diderita, bahkan dapat memperparah keadaan. Para klinisi hendaknya memiliki pengetahuan mengenai mekanisme nyeri, penatalaksanaan pasien, diagnosis, anastesi, cara-cara pengobatan terapeutik dan perawatan yang tepat, baik untuk jaringan lunak maupun jaringan keras (Grossman, 1988; Walton and Torabinejad, 2002).
Kedaruratan adalah masalah yang perlu diperhatikan pasien, dokter gigi dan stafnya. Berbagai frekuensi nyeri atau pembengkakan terjadi pada pasien sebelum, selama atau sebuah perawatan saluran akar. Penyebabnya adalah adanya iritan yang menimbulkan inflamasi yang hebat di dalam jaringan pulpa atau jaringan periradikuler.
Merupakan kepuasan dan kebahagian tersendiri apabila kita berhasil menanggulangi dengan baik seorang pasien yang datang dalam keadaan kesakitan. Sebaliknya, tidak ada yang lebih menyesakkan hati, baik bagi pasien maupun dokternya, selain menerima pasien yang mengalami flare-up setelah dirawat saluran akarnya padahal pada awalnya gigi tersebut asimptomatik (Walton ang Torabinejad, 2002).
1.1 Sistem Penegakan Diagnosa
Pasien yang dalam keadaan sakit akan memberikan informasi dan respons serba berlebihan dan tidak tepat. Mereka cenderung bingung dan cemas. Oleh karena itu, harus tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar dan pendekatan yang sistematik agar diagnosis akurat. Agar sampai pada diagnosis yang tepat dan dapat menentukan sumber nyerinya, maka klinisi harus mendapatkan informasi yang tepat mengenai riwayat medis dan riwayat giginya; mengajukan pertanyaan mengenai riwayat, lokasi, keparahan, durasi, karakter dan stimuli yang menyebabkan timbulnya nyeri; melakukan pemeriksaan visual pada wajah, jaringan keras dan lunak rongga mulut; melakukan pemeriksaan intraoral; melakukan pengetesan pulpa; melakukan tes palpasi, tes perkusi dan melakukan pemeriksaan radiograf (Weine, 1996; Walton ang Torabinejad, 2002).
1.1.1 Riwayat medis dan gigi
Sebelum memulai prosedur yang berkaitan dengan masalah yang harus ditanggulangi segera, riwayat medis dan giginya harus ditinjau terlebih dahulu. Jika pasien sudah pernah datang sebelumnya, riwayat medisnya sudah ada dan hanya perlu diperbaharui saja. Jika pasien baru, buatlah riwayat standarnya dengan lengkap. Riwayat gigi dapat dibuat lengkap atau seperlunya dulu yang meliputi pengumpulan data prosedur gigi yang telah dilakukan, kronologis gejala, dan menanyakan kepada pasien bagaimana komentar dokter gigi terakhir yang dikunjunginya (Ingle, 1985; Walton and Torabinejad, 2002).
1.1.2 Pemeriksaan subyektif
Pemeriksaan subyektif dilaksanakan dengan mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan riwayat penyakit, lokasi, keparahan, durasi, karakter dan stimulus yang menimbulkan nyeri. Nyeri yang timbul karena stimulus suhu dan menyebar, besar kemungkinan berasal dari pulpa. Nyeri yang terjadi pada waktu mastikasi atau ketika gigi berkontak dan jelas batasnya mungkin berasal dari periaspeks.
Tiga faktor penting yang membentuk kualitas dan kuantitas nyeri adalah spontanitas, intensitas dan durasinya. Jika pasien mengeluhkan salah satu gejala ini, besar kemungkinan terdapat lelainan yang cukup signifikan. Pertanyaan yang hati-hati dan tajam akan mengorek informasi seputar sumber nyeri yang bisa berasal dari pulpa atau periradikuler. Seorang klinisi yang pandai akan mampu menetapkan diagnosis sementara melalui pemeriksaan subyektif yang teliti sedangkan pemeriksaan obyektif dan radiograf digunakan untuk konfirmasi (Cohen and Burn, 1994; Weine, 1996; Walton and Torabinejad, 2002).
1.1.3 Pemeriksaan obyektif
Tes obyektif meliputi pemeriksaan wajah, jaringan keras dan lunak rongga mulut. Pemeriksaan visual meliputi observasi pembengkakan, pemeriksaan dengan kaca mulut dan sonde untuk melihat karies, ada tidaknya kerusakan restorasi, mahkota yang berubah warna, karies sekunder atau adanya fraktur.
Tes periradikuler membantu mengidentifikasi inflamasi periradikuler sebagai asal nyeri, meliputi palpasi diatas apeks; tekanan dengan jari atau menggoyangkan gigi dan perkusi ringan dengan ujung gagang kaca mulut. Tes vitalitas pulpa tidak begitu bermanfaat pada pasien yang sedanh menderita sakit akut karena dapat menimbulkan kembali rasa sakit yang dikeluhkan. Tes dingin, panas, elektrik dilakukan untuk memeriksa apakah gigi masih vital atau nekrosis (Cohen ang Burn, 1994; Walton and Torabinejad, 2002).
1.1.4 Pemeriksaan periodonsium
Pemeriksaan jaringan periodontium perlu dilakukan dengan sonde periodontium (periodontal probe) untuk membedakan kasus endodontik atau periodontik. Abses periodontium dapat menstimuli gejala suatu abses apikalis akut. Pada abses periodontium lokal, pulpa biasanya masih vital dan terdapat poket yang terdeteksi. Sebaliknya, abses apikalis akut disebabkan oleh pulpa nekrosis. Abses – abses ini kadang kadang berhubungan dengan sulkus sehingga sulkus menjadi dalam. Jika diagnosis bandingnya sukar ditentukan, tes kavitas mungkin dapat membantu mengidentifikasi status pulpa (Cohen and Burn, 1994; Walton and Torabinejad, 2002).
1.1.5 Pemeriksaan radiografi
Pemeriksaan radiograf berguna dalam menentukan perawatan darurat yang tepat, memberikan banyak informasi mengenai ukuran, bentuk dan konfigurasi sistem saluran akar. Pemeriksaan radiograf mempunyai keterbatasan, penting diperhatikan bahwa lesi periradikuler mungkin ada, tetapi tidak terlihat pada gambar radiograf karena kepadatan tulang kortikal, struktur jaringan sekitarnya atau angulasi film. Demikian pula, lesi yang terlihat pada film, ukuran radiolusensinya hanya sebagian dari ukuran kerusakan tulang sebenarnya (Bence, 1990, Cohen and Burn, 1994).
1.2 Penatalaksanaan Kedaruratan Praperawatan Endodontik
Tahapan-tahapan untuk memaksimalkan efisiensi dan meminimalkan kesalahan dalam identifikasi, diagnosis dan rencana perawatan adalah menentukan masalah yang dihadapi; melakukan pengkajian riwayat medisnya; menentukan sumber nyeri; membuat diagnosis pulpa; periradikuler dan periodontal; membuat rancangan rencana perawatan kedaruratan dan melakukan perawatan (Walton and Torabinejad, 2002).
1.2.1 Penatalaksanaan Pasien
Hal ini merupakan faktor yang penting karena pasien yang sedang cemas harus diyakinkan bahwa dia akan ditangani dengan baik. Untuk mengurangi kecemasan dan memperoleh informasi mengenai keluhan utama dan agar diperoleh kerjasama pasien selama perawatan, klinisi hendaknya membangun dan mengendalikan situasi, membangkitkan kepercayaan pasien, memberikan perhatian dan simpati kepada pasien dan memperlakukan pasien sebagai individu yang penting. Penatalaksanaan psikologis merupakan faktor yang penting dalam perawatan kedaruratan (Cohen and Burn, 1994; Walton and Torabinejad, 2002).
1.2.2 Penatalaksanaan Penyakit Pulpa dan Periradikuler
Setelah melakukan pemeriksaan, klinisi harus dapat mengidentifikasi gigi penyebab dan jaringan pulpa atau periradikuler yang merupakan sumber rasa nyeri dan harus dapat menentukan diagnosis pulpa dan periradikulernya sehingga jelas rencana perawatannya (Grossman, 1988; Walton and Torabinejad, 2002).
1.2.3 Penatalaksanaan Pulpitis Reversibel Akut
Pasien dapat menunjukan gigi yang sakit dengan tepat. Diagnosis dapat ditegaskan oleh pemeriksaan visual, taktil, termal, dan pemeriksaan radiograf. Pulpitis reversibel akut berhasil dirawat dengan prosedur paliatif yaitu aplikasi semen seng oksida eugenol sebagai tambalan sementara, rasa sakit akan hilat dalam beberapa hari. Bila sakit tetap bertahan atau menjadi lebih buruk, maka lebih baik pulpa diekstirpasi.
Bila restorasi yang dibuat belum lama mempunyai titik kontak prematur, memperbaiki kontur yang tinggi ini biasanya akan meringankan rasa sakit dan memungkinkan pulpa sembuh kembali. Bila keadaan nyeri setelah preparasi kavitas atau pembersihan kavitas secara kimiawi atau ada kebocoran restorasi, maka restorasi harus dibongkar dan aplikasi semen seng oksida eugenol. Perawatan terbaik adalah pencegahan yaitu meletakkan bahan protektif pulpa dibawah restorasi, hindari kebocoran mikro, kurangi trauma oklusal bila ada, buat kontur yang baik pada restorasi dan hindari melakukan injuri pada pulpa dengan panas yang berlebihan sewaktu mempreparasi atau memoles restorasi amalgam (Grossman, 1988; Gutmann et all, 1992).
1.2.4 Penatalaksanaan Pulpitis Irreversibel Akut
Gigi dengan diagnosis pulpitis ireversibel akut sangat responsif terhadap rangsang dingin, rasa sakit berlangsung bermenit-menit sampai berjam-jam, kadang – kadang rasa sakit timbul spontan, mengganggu tidur atau timbul bila membungkuk. Perawatan darurat yang lebih baik dikakukan adalah pulpektomi daripada terapi paliatif untuk meringankan rasa sakit.
Teknik pulpektomi adalah sebagai berikut (Grossman, 1988; Bence, 1990; Cohen and Burn, 1994; Walton and Torabinejad, 2002) :
1. Anestesi gigi yang terserang, pasang isolator karet.
2. Buat jalan masuk ke dalam kamar pulpa, keluarkan pulpa dari kamar pulpa dengan ekskavator atau kuret.
3. Lakukan irigasi dan debridemen di dalam kamar pulpa, temukan orifis saluran akar dan saluran akar dieksplorasi dengan jarum Miller.
4. Tentukan panjang kerja dan jaringan pulpa diekstirpasi, kemudian lakukan instrumentasi dengan menggunakan jarum rimer dan kikir (file) sesuai panjang kerja.
5. Lakukan irigasi dengan larutan salin steril, larutan anetesi atau larutan natrium hipokhlorit, kemudian keringkan saluran akar dengan poin kertas isap (absorbent point )steril.
6. Masukkan gulungan kapas kecil (cotton pellet) yang dibahasi bahan pereda sakit, misalnya eugenol atau CMCP (camphorated monochloro phenol) ke dalam kamar pulpa kemudian tutup kavitas dengan tambalan sementara, misalnya cavit atau semen seng oksida eugenol, hindari trauma oklusal.
7. Pasien diberi obat analgetik yang diminum apabila timbul rasa sakit. Premedika atau medikasi pasca perawatan dengan antibiotik diindikasikan bila kondisi pasien secara medis membahayakan atau bila toksisitas sistemik timbul kemudian.
Pada beberapa kasus, terutama pada gigi saluran ganda, biasanya dokter gigi tidak cukup waktu untuk menyelesaikan seluruh ekstirpasi jaringan pulpa dan instrumentasi saluran akar, maka dilakukan pulpotomi darurat, mengangkat jaringan pulpa dari korona dan saluran akar yang terbesar saja. Biasanya saluran saluran akar terbesar merupakan penyebab rasa sakit yang hebat, saluran-akar yang kecil tidak menyebabkan rasa sakit secara signifikan. Pada kasus dengan saluran akar yang kecil sebagai penyebabnya, pasien akan merasa sakit setelah efek anestesi hilang. Jika hal ini terjadi, harus direncanakan perawatan darurat lagi dan seluruh saluran akar harus dibersihkan (Grossman, 1988; Bence, 1990; Mardewi, 2003).
1.2.5 Penatalaksanaan Nekrosis Pulpa tanpa Pembengkakan
Walaupun gigi nekrosis tanpa pembengkakan tidak memberikan respons terhadap stimuli, gigi tersebut mungkin masih mengandung jaringan terinflamasi vital di saluran akar di daerah apeks dan memiliki jaringan periradikuler terinflamasi yang menimbulkan nyeri (periodontitis akut). Oleh karena itu, demi kenyamanan dan kerja sama pasien, anestesi lokal hendaknya diberikan.
Setelah pemasangan isolator karet, debridemen yang sempurna merupakan perawatan pilihan. Jika waktu tidak memungkinkan, dilakukan debridemen parsial pada panjang kerja yang diperkirakan. Saluran akar tidak boleh diperlebar tanpa mengetahui panjang kerja. Selama pembersihan saluran akar dan pada penyelesaian prosedur ini dilakukan irigasi dengan larutan natrium hipokhlorit, kemudian keringkan dengan poin kertas isap (paper point), jika saluran akar yang cukup lebar, diisi dengan pasta kalsium hidroksida dan ditambal sementara. Sejumlah klinisi
menempatkan pelet kapas yang dibasahi medikamen intrakanal di kamar pulpa sebelum penambalan sementara, sebetulnya pemberian medikamen itu tidak bermanfaat (Tarigan, 1994; Walton dan Torabinejad, 2002).
1.2.6 Penatalaksanaan Nekrosis Pulpa dengan Pembengkakan Terlokalisasi
Gigi nekrosis dengan pembengkakan terlokalisasi atau abses alveolar akut atau disebut juga abses periapikal / periradikuler akut adalah adanya suatu pengumpulan pus yang terlokalisasi dalam tulang alveolar pada apeks akar gigi setelah gigi nekrosis. Biasanya pembengkakan terjadi dengan cepat, pus akan keluar dari saluran akar ketika kamar pulpa di buka.
Perawatan abses alveolar akut mula-mula dilakukan buka kamar pulpa kemudian debridemen saluran akar yaitu pembersihan dan pembentukan saluran akar secara sempurna bila waktu memungkinkan. Lakukan drainase untuk meredakan tekanan dan nyeri serta membuang iritan yang sangat poten yaitu pus. Pada gigi yang drainasenya mudah setelah pembukaan kamar pulpa, instrumentasi harus dibatasi hanya di dalam sistem saluran akar. Pada pasien dengan abses periapikal tetapi tidak dapat dilakukan drainase melalui saluran akar, maka drainase dilakukan dengan menembus foramen apikal menggunakan file kecil sampai no. 25.
Selama dan setelah pembersihan dan pembentukan saluran akar, lakukan irigasi dengan natrium hipokhlorit sebanyak-banyaknya. Saluran akar dikeringkan dengan poin kertas, kemudian diisi dengan pasta kalsium hidroksida dan diberi pelet kapas lalu ditambal sementara (Grossman, 1988; Walton and Torabinejad, 2002).
Beberapa klinisi menyarankan, jika drainase melalui saluran akar tidak dapat dihentikan, kavitas akses dapat dibiarkan terbuka untuk drainase lebih lanjut, nasihatkan pasien berkumur dengan salin hangat selama tiga menit setiap jam. Bila perlu beri resep analgetik dan antibiotik. Membiarkan gigi terbuka untuk drainase, akan mengurangi kemungkinan rasa sakit dan pembengkakan yang berlanjut (Grossman, 1988, Bence, 1990).
1.2.7 Penatalaksanaan Nekrosis Pulpa dengan Pembengkakan Menyebar
Pada lesi-lesi ini pembengkakan terjadi dengan progresif dan menyebar cepat ke jaringan. Kadang-kadang timbul tanda-tanda sistemik, yaitu suhu pasien naik. Penatalaksanaan pertama yang paling penting adalah debridemen yaitu pembuangan iritan, pembersihan dan pembentukan saluran akar. Foramen apikalis dilebarkan sampai ukuran file no. 25 agar dapat meningkatkan aliran aksudat.
Bila pembengkakan luas, lunak dan menunjukan fluktuasi, mungkin diperlukan insisi malalui jaringan lunak pada tulang. Mukosa di atas daerah yang terkena dikeringkan terlebih dahulu, kemudian jaringan disemprot dengan anestetik lokal, misalnya khlor etil. Insisi intraoral dibuat melalui pembengkakan lunak yang mengalami fluktuasi ke plat tulang kortikal. Suatu isolator karet atau kain kasa yang digunakan untuk drainase dimasukkan selama beberapa hari. Pasien disarankan berkumur dengan larutan salin hangat selama 3 sampai 5 menit setiap jam. Pada bengkak yang difus dan cepat berkembang, harus diberikan antibiotik dan analgetik. Antibiotik pilihan pertamanya adalah penisilin mengingat mikroorganisme penyebab biasanya streptokokus. Jika pasien alergi terhadap penisilin, gunakan eritromisin atau klindamisin (Grossman, 1988; Bence, 1009, Walton and Torabinejad, 2002).
Kecepatan penyembuhan bergantung terutama kepada derajat debridemen saluran akarnya dan banyaknya drainase yang diperoleh selama kunjungan kedaruratn. Karena edema telah menyebar di jaringan, pembengkakan yang menyebar berkurang perlahan-lahan dalam periode berkisar 3-4 hari (Walton and
1.3 Penatalaksanaan Kedaruratan Antar Kunjungan dan Pasca Obturasi
1.3.1 Penatalaksanaan Kedaruratan Antar Kunjungan
Kedaruratan antar kunjungan disebut juga sebagai flare-up yaitu suatu kedaruratan murni dan demikian parahnya sehingga perlu perawatan dengan segera. Walaupun prosedur perawatan telah dilakukan dengan hati-hati danteliti, namun komplikasi dapat timbul berupa nyeri dan pembengkakan. Kedaruratan antar kunjungan ini adalah peristiwa yang sangat tidak diinginkan dan sangat mengganggu serta harus segera ditangani (Walton and Torabinejad, 2002).
A. Perawatan Flare-up
Aspek terpenting perawatan flare-up adalah menenangkan pasien. Umumnya pasien merasa ketakutan dan kesal bahkan menyangka bahwa perawatan telah gagal dan gigi harus dicabut. Berilah keyakinan kepada pasien bahwa rasa nyeri yang timbul dapat ditanggulangi dan kasusnya akan segera ditangani. Kasus kedaruratan antar kunjungan dapat dibagi menjadi kasus tanpa dan dengan pembengkakan, dan yang diagnosis awalnya pulpa vital atau nekrosis. Jika pada diagnosis awalnya pulpa masih vital, jarang timbul flare-up (Walton and Torabinejad, 2002).
1) Penatalaksanaan Kasus-kasus yang Awalnya Vital tanpa Pembengkakan dan Debridemen Sempurna
Biasanya kasus ini disebabkan oleh instrumentasi melebihi apeks akar (overinstrumentasi) yang mengakibatkan adanya taruma pada jaringan periapikal atau adanya debris yang terdorong ke dalam jaringan periapikal. Penyebab lain dapat berupa iritasi kimiawi dari larutan irigasi atau medikamen intrakanal. Pada kasus ini biasanya pasien merasa peka waktu mengunyah (Grossman; 1988; Walton and Torabinejad, 2002).
Kasus ini mungkin bukan suatu flare-up murni, yang dibutuhkan biasanya hanyalah menenangkan pasien dan memberikan resep analgetik ringan sampai sedang. Pada umumnya pembukaan gigi tidak akan menghasilkan apa-apa, nyeri akan menurun secara spontan. Flare-up tidak akan tercegah dengan kortikosteroid, baik diberikan secara intrakanal atau secara sistemis (Walton and Torabinejad, 2002).
2) Penatalaksanaan Kasus-kasus yang Awalnya Vital tanpa Pembengkakan dan Debridemen Tidak Sempurna.
Debridenmen yang tidak sempurna akan meninggalkan jaringan yang kemudian terinflamasi dan menjadi iritan utama. Panjang kerja harus diperiksa ulang dan ditentukan kembali, kemudian saluran akar dibersihkan hati-hati dan lakukan irigasi dengan larutan natrium hipokhlorit yang banyak. Keringkan saluran akar dengan poin kertas isap kemudian diisi pasta kalsium hidroksida lalu tambal sementara. Bila perlu boleh diberi resep analgetik ringan atau sedang (Ingle, 1985; Walton and Torabinejad, 2002).
3). Penatalaksanaan Kasus-kasus yang Awalnya Nekrosis tanpa Pembengkakan
Penatalaksanaan pada kasus ini, gigi dibuka dan saluran akar dibersihkan kembali dan diirigasi dengan larutan natrium hipokhlorit. Saluran akar dikeringkan dengan poin kertas isap, kemudian diisi bahan medikasi dengan pasta kalsium hidroksida dan ditutup tambalan sementara.
Setelah kunjungan yang banyak, cenderung menjadi abses apikalis akut, pada kasus ini harus dilakukan drainase, debridemen diselesaikan yaitu saluran akar dibersihkan kembali dan diirigasi dengan larutan natrium hipokhlorit. Biarkan isolator karet di tempatnya dan bukalah giginya, pasien dibiarkan istirahat tanpa nyeri selama 30 menit atau sampai drainasenya berhenti. Setelah itu keringkan saluran akar, letakkan pasta kalsium hidroksida dan tutup dengan tambalan sementara (Grossman, 1988; Walton and Torabinejad, 2002).
4). Penatalaksanaan Kasus-kasus dengan Pembengkakan
Penatalaksanaan kasus-kasus dengan pembengkakan paling baik ditangani dengan drainase, saluran akar harus dibersihkan dengan baik. Jika drainase melalui saluran akar tidak mencukupi, maka dilakukan insisi pada jaringan yang lunak dan berfluktuasi. Saluran akar harus dibiarkan terbuka dan lakukan debridemen, kemudian beri pasta kalsium hidroksida dan tutup tambalan sementara. Sebaiknya diberi resep antibiotik dan analgetik (Grossman, 1988; Walton and Torabinejad, 2002).
B. Tindak Lanjut Perawatan Flare-up
Jika ada pasien flare-up, pasien harus dikontak setiap hari sampai gejalanya hilang. Kontak dapat dilakukan melalui telepon, pasien-pasien dengan masalah yang lebih serius atau pasien yang tidak sembuh, harus kembali ke dokter gigi. Jika timbul kembali gejala dan tidak dapat dikendalikan, pertimbangan untuk merujuknya. Perawatan akhirnya oleh spesialis mungkin meliputi obturasi yang diikuti dengan bedah apikal.
Obat-obatan yang biasa digunakan dapat obat sistemik atau lokal. Medikasi intrakanal golongan fenol yang biasa digunakan adalah formokresol, CMCP, kresatin dan eugenol. Obat yang lain adalah kombinasi steroid dan kalsium hidroksida, tetapi tidak satupun obat-obat diatas dapat mencegah terjadinya flare-up atau meredakan gejala flare-up.
Obat-obatan sistemik biasanya dibatasi pada analgetik dan antibiotik. Golongan nonsteroid diindikasikan jika diinginkan adanya efek anti inflamasi atau analgetik. Golongan narkotik bermafaat dalam menimbulkan analgesia dan sedasi. Kombinasi suatu opoid dan bahan non steroid paling efektif bagi nyeri yang parah. Pembengkakan yang terlokalisasi tidak mengidikasikan kebutuhan antibiotik, yang diperlukan adalah drainase dengan insisi atau melalui saluran akar dan debridemen yang sempurna dari saluran akar (Walton and Torabinejad, 2002).
1.3.2 Penatalaksanaan Kedaruratan Pasca Obturasi
Keadaan darurat endodontik dapat terjadi setelah dilakukan obturasi. Menurut Seltzer dalam Walton and Torabinejad (2002), sekitar sepertiga pasien endodontik mengalami nyeri setelah obturasi.
A. Faktor-faktor Penyebab
Hanya sedikit yang diketahui faktor etiologi yang menyebabkan nyeri pasca perawatan setelah obturasi. Ketidaknyamanan pasca obturasi diperkirakan disebabkan oleh iritasi periapikal akibat material obturasi, penambalan mahkota yang tidak baik, oklusi yang mengganjal (ada kontak prematur), semen saluran akar masuk ke jaringan periapikal dan pengisian saluran akar berlebih sehingga menyebabkan inflamasi jaringan periapikal (Grossman, 1988; Walton and Torabinejad, 2002).
B. Perawatan Keadaan Darurat Pasca Obturasi
Jika timbul rasa tidak nyaman pada gigi setelah dilakukan obturasi, sebaiknya dilakukan pengecekan oklusinya dan pengisian saluran akar dievaluasi kembali. Pertolongan bagi kasus darurat dengan rasa tidak nyaman adalah pemberian analgetik ringan untuk mengurangi tingkat kecemasan pasien dan mencegah terjadinya reaksi berlebihan mengenai ketidaknyamanan yang dirasakan.
Bila terjadi komplikasi serius dan memerlukan tindak lanjut, perawatan ulang diindikasikan pada kasus nyeri persisten yang perawatan terdahulunya tidak memadai, misalnya pada saluran akar yang obturasinya berlebih atau tidak tepat atau pengisiannya tidak hermetis. Jika nyeri tidak kunjung reda tetapi tanpa pembengkakan, maka dilakukan bedah apikal. Pasien yang mendapat perawatan saluran akar yang baik tetapi mengalami pembengkakan setelah obturasi, hendaknya dirawat dengan insisi dan drainase kemudian diberi antibiotika dan analgetik, biasanya kasus ini pulih tanpa perlu perawatan lanjutan.
Kadang-kadang pasien mengatakan adanya sakit yang hebat, tetapi tidak terlihat pembengkakan dan perawatan saluran akar diselesaikan dengan baik. Untuk pasien-pasien ini bisa dilakukan pemberian analgetik dan ditenangkan, sering gejala reda dengan sendirinya (Grossman, 1988; Walton anf Torabinejad, 2002).
2.1 ONE VISIT ENDODONTIC
Perawatan untuk gigi dengan pulpa mengalami kerusakan atau kematian adalah perawatan saluran akar. Perawatan saluran akar bertujuan membersihkan rongga pulpa dari jaringan pulpa yang terinfeksi kemudian membentuk dan mempersiapkan saluran akar tersebut agar dapat menerima bahan penngisi yang akan menutup seluruh sistem saluran akar.
Berdasarkan jumlah kunjungan, perawatan saluran akar ada dua macam, yaitu perawatan saluran akar lebih dari satu kunjungan (multivisit endodontic) dan perawatan saluran akar satu kunjungan (one visit endodontic). Perawatan satu kunjungan meliputi pembersihan saluran akar, strelisasi dan obturasi dilakukan dalam satu kunjungan. Perawatan satu kali kunjungan bila berhasil akan menghemat waktu, menurunkan resiko infeksi antar kunjungan bila berhasil akan menghemat waktu, dan jarang terjdi flare up, sehingga menjadikan perawatan saluran akar satu kunjunngan banyak dilakukan oleh para dokter gigi (Rusin Savitri dkk, 2007).
Dalam kaitannya dengan jumlah kunjungan, perawatan sekali kunjungan dengan pemberian analgetika untuk menekan rasa nyeri tidak mendukung, sementara perawatan multi visit memungkinkan operator menilai keadaan kesehatan jaringan saat akan dilakukan pengisian.Menurut beberapa penelitian mengatakan tidak ada hubungan yang jelas antara keberhasilan/ kegagalan perawatan dengan jumlah kunjungan. Sementara itu ternyata keberhasilan perawatan sekali kunjungan ini mencapai 40,5% gigi non vital. 33,5% gigi dengan kelainan periapeks, dan 56,2% pada gigi dengan fistel. Sedang dalam hal timbulnya rasa nyeri dinyatakan bahwa pada gigi vital terdapat 35,5% kasus dan gigi non vital pada 57,6% kasus.
Kriteria klinik untuk menilai keberhasilan perawatan adalah :
1) Tidak adanya rasa nyeri
2) Hilangnya fistel
3) Fungsi tetap baik
4) Tidak ada tanda kerusakan jaringan
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawatan antara lain adalah :
· Anatomi gigi meliputi morfologi saluran akar, adanya kanal tambahan, dan lain-lain.
· Keadaan jaringan pulpa dan periapeks, keterampilan operator, teknik dan bahan yang dipakai.
· Kesalahan yang mungkin terjadi dalam perawatan misalnya timbul birai (ledge) atau perforasi (Wiwi Wediningsih, dkk. 1996).
Perawatan saluaran akar satu kali kunjungan diindikasikan sebagai berikut :
1) Pulpa terbuuka karena trauma iatrogenik tanpa lesi periapikal;
2) Pulpitis ireversibel tanpa lesi periapikal;
3) Gigi nekrosis tanpa gejala-gejala klinik disertai lesi periapikal
4) Gigi nekrosis dengan abses periapikal disertai fistula;
5) Bentuk saluran akar normal, saluran akar tunggal.
Kontra indikasi untuk perwatan saluran akar satu kunjungan:
1) Adanya rasa sakit pada gigi nekrosis tanpa fistula untuk drinase;
2) Gigi dengan kelainan anatomis yang berat;
3) Gigi berakar banyak;
4) Periodontitis akut dengan rasa sakit parah saat perkusi.
Tujuan perawatan saluran akar satu kali kunjungan adalah
1) Untuk mencegah perluasan penyakit dari pulpa ke jaringan periapikal atau apabila hal tersebut telah terjadi;
2) Untuk mengubah atau mengembalikan jaringan periapikal ke keadaan normal.
Perawatan saluran akar satu kunjungan merupakan perawatan yang prosesnya diselesaikan dalam satu kunjungan. Hal ini memberikan keuntungan untuk memperkecil resiko kontaminasi mikroorganisme dalam saluran akar, menghemat waktu untuk perawatan tidak diperlukan penggantian medikasi intrakanal dan ttumpatan sementara. Perawatan akar satu kali kunjungan untuk menghemat waktu perawatan tanpa mengurangi kualitas perawatan (Rusin Savitri dkk, 2007).
Untuk menunjang keberhasilan suatu perawatan endodontik sekali kunjungan mutlak diperlukan diagnosis kasus yang tepat, karena diagnosis itu sendiri telah menentukan keberhasilan perawatan. Dalam beberapa penelitian terungkap keberhasilan 82% dan pada penelitian ini sebesar 93,34%. Selain itu dinyatakan bahwa keberhasilan untuk gigi nekrosis hanya 40,5%, yang diperinci 33,5% untuk gigi nekrosis dengan kelainan periapeks dan 56,2% untuk gigi dengan fistel, lainnya gigi nekrosis tanpa kelainan.Yang perlu diperhatikan adalah keadaan gigi dan saluran akar yang akan dirawat.
Faktor yang sangat menentukan keberhasilan perawatan sekali kunjungan ini secara umum ialah:
· Keterampilan dan pengetahuan operator ditunjang dengan
· Alat-alat yang tepat,
· Bahan/obat yang dipakai
· Tindakan seasepsis mungkin
Keuntungan yang didapat bila perawatan endodontik akar dilakukan dalam satu kali kunjungan adalah menghemat waktu, tenaga dan biaya bagi pasien. Metode yang dilakukan dalam sekali kunjungan endodontik adalah :
· Mula-mula ditentukan panjang kerja.
· Tentukan file awal (initial file).
· Preparasi dilakukan dengan metoda double flare supaya tidak mendorong jaringan nekrotik ke periapeks. Setiap kali penggantian alat dilakukan irigasi dengan NaC1 2,5% sampai dicapai file utama (master apical file) dan file terbesar.
· Saluran akar dikeringkan dengan poin kertas isap dan dicobakan bahan pengisian utama dan guttaperca dan dibuat radiograf.
· Pengisian dilakukan dengan semen saluran akar AH-26 dengan metoda kondensasi lateral, dipotong secukupnya dan ditumpat sementara dengan semen. Radiograf dibuat kembali untuk evaluasi pengisian.
Penyebab utama dari kegagalan perawatan endodontik sekali kunjungan adalah infeksi bakteri yang menetap pada saluran akar dan atau jaringan periradikular. Beberapa peneliti menyatakan bahwa sebagian dari saluran akar tetap tidak tersentuh selama preparasi khemomekanikal, tanpa mempedulikan tehnik dan alat yang digunakan. Daerah yang tidak tersentuh ini dapat mengandung bakteri dan jaringan nekrotik walaupun pengisian saluran akar terlihat adekuat secara radiografi (Wiwi Wediningsih, dkk. 1996).
Pada makalah ini dikemukan penatalaksanan gigi premolar dua kiri mandibula nekrosis pulpa disertai lesi periapikal dengan perawatan saluran akar satu kali kunjungan.
Laporan kasus
Pasien laki-laki umur 63 tahun, pada tangggal 26 maret 2007 datang ke Klinik Spesialis Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada. Pasien ingin merawatkan gigi belakang bawah kiri yang pecah pada saat makan. Pasien tidak pernah merasa sakit dan tidak ada keluhan spontan.
Pada pemeriksaan obyektif gigi premolar dua kiri mandibula terdapat fraktur mahkota gigi yang telah mencapai dentin dan pulpa terbuka. Sondasi tidak ada rasa sakit, perkusi dan palpasi tidak ada rasa sakit. Tes vitalitas gigi denngan chlorethyl negatif (tidak sakit). Dari pemeriksaan radiografis pada gigi premolar dua kiri mandibula terdapat fraktur mahkota gigi yang telah mencapai dentin dan atap pulpa sudah terbuka. Saluran akar terlihat jelas, akar lurus dan terdapat gambaran radiolusen didaerah apikal.
Diagnosis gigi 35 adalah nekrosis pulpa disertai lesi periapikal, rencana perawatan yaitu perawatan saluran akar satu kali kunjungan, prognosis baik dengan pertimbangan saluran akar terlihat jelas, akar lurus dan lesi periapikal masih kecil serta tidak pernah ada keluhan sakit.
Penatalaksanaan perawatan
Kunjungan pertama, 23 maret 2007, dilakukan pemeriksaan subyektif, obyektif dan radiografis terhadap gigi premolar dua kiri mandibula.
Berdasarkan pemeriksaan tersebut ditegakkan diagnosis gigi premolar dua kiri mandibula nekrosis pulpa dengan lesi periapikal. Perawatan yang akan dilakukan adalah perawatan saluran akar satu kali kunjungan.
Mempersiapkan daerah perawatan yang steril antara lain pemasangan rubber dam pada gigi premolar dua kiri mandibula. Dibuat jalan masuk ke saluran akar melalui bagian oklusal dengan bur intan bulat dengan arah tegak lurus dengan aksis gigi hingga perforasi ke kamar pulpa dan atap pulpa dibuang dengan bur bulat. Eksplorasi saluran akar menggunakan jarum miller selanjutnya pengambilan jaringan pulpa pada saluran akar dengan jarum ektirpasi dimasukkan sedalam 2/3 panjang saluran akar kemudian diputar 180˚ searah jarum jam kemudian ditarik ke luar, dilakukan berulang sampai jaringan pulpa terambil seluruhnya.
Tahap berikutnya adalah pengukuran panjang kerja menggunakan metode observasi langsung dengan radiograf. Pengukuran panjangkerja dimulai dengan ukur panjang gigi estimasi pada radiograf diagnostik pasien yaitu dari foramen apikal sampai ketitik referensi didapatkan panjang gigi 22mm. Panjang ini dikurangi 1mm sebagai faktor pengaman untuk mencegah terjadinya distorsi. Ukur file no 15 sesuai dengan panjang yang telah ditentukan 21mm. Selanjutnya file no 15 dimasukkan dalam saluran akar hingga stoper terletak pada titik referensi, dilakukan pengambilan radiograf. Panjang gigi yang didapat dari radiograf diagnostik 21mm dikurangi 1mm jadi panjang kerja yang didapatka sebesar 20mm untuk mengimbangi kemungkinan distorsi atau pembesaran. Hasil radiograf ujung file no 15 yang dimasukkan ke dalam saluran akar berada pas di apeks gigi.
Preparasi saluran akar menggunakan metode step back menggunakan K-file dengan gerakan filling sampai saluran akar bersih dari jaringan nekrotik. Tahap pertama preparasi adalah preparasi daerah 1/3 apikal. File pertama yang dipakai adalah file yang pas dengan besar saluran akar sepanjang panjang kerja. Initial apical file (IAF) adalah K-file nomor 20 dengan panjang kerja 20mm. Preparasi dilanjutkan dengan K-file no.25 sampai no.40 (Master apical file = MAF) dengan panjang kerja 20mm. Setiap pergantian file, selalu diulangi dengan penggunaan file sebelumnya dengan ukuran lebih kecil (rekapitulasi) dan saluran akar diirigasi dengan larutan sodium hipoklorit 5,25% kombinasi dengan chorhexidine gluconate 2%.
Tahap kedua preparasi adalah preparasi badan saluran akar. File yang digunakan adalah file sampai dengan 3 nomor yang lebih besar dari MAF yang masing-masing berturut-turut PK dikurangi 1mm, yaitu file 45 PK 19, file no 50 PK 18 dan file 55 PK 17mm. Setiap pergantian file dengan file no 40 (MAF) PK 20mm. Tahap ketiga preparasi saluran akar selanjutnya adalah membuat saluran akar berbentuk corong menggunakan hedstroemi file ukuran 60 dengan PK 17mm. Dinding saluran akar yang telah selesai dipreparasi dihaluskan dengan hedstroem file no 40 panjang kerja 20mm.
Pengisian saluran akar menggunakan bahan gutaperca. Teknik pengisian yang dilakukan adalah kondensasi lateral. Gutaperca utama no 40 debgan PK 20mm. Saluran akan diirigasi menggunakan sodium hipoklorit 5,25% kemudian dikeringkan dengan poin kertas steril. Setelah didapatkan saluran akar yang bersih dan kering. Dilanjutkan dengan pengisian saluaran akar menggunakan gutaperca yang sesuai dengan besar MAF dan pasta yang digunakan adalah sealer endomethasone.
Gutaperca utama gigi premolar dua kiri mandibula adalah no 40 panjang kerja 20mm. Selanjutnya sealer endomethasone dioleskan pada lentulo dan dimasukkann dalam saluran akar. Gutaperca utama no 40 dilapisi siler pada 1/3 bagian ujung dan dimasukkan kedalam saluran bagian ujung dan dimasukkan kedalam saluran akar. Spreader dimasukkan diantara gutaperca utama dan dinding saluran akar, kemudian ditekan ke arah apikal hingga ujung spreader mencapai kira-kira 1-2 mm sebelum apeks. Gutaperca utama akan terkondensasi ke leteral. Ruangan yang diisi gutaperca tambahan dengan ukuran lebih kecil dan ditekan lagi dengan spreader. Prosedur penambahan gutaperca tambahan diakhiri sampai spreader tidak dapat masuk lagi kedalam saluran akar. Gutaperca dipotong sampai batas orifis. Selanjutnya gutaperca dipadatkan dengan plugger. Kemudian kavitas ditutup dengan menggunakan semen seng fosfat dan tumpat sementara dengan cavit. Dilakukan pengambilan radiograf untuk melihat hasil obturasi saluran akar. Radiograf menunjukkan hasil obturasi hermetis. Pasien datang 2 minggu kemudian.
Kunjungan kedua, 13 April 2007 kontrol dua minggu setelah perawatan saluran akar. Dilakukan pemeriksaan subyektif dan obyektif pada gigi premolar dua kiri mandibula. Hasil pemeriksaan subyektif dan obyektif tidak ada keluhan sakit pada perkusi dan palpasi. Pemeriksaan radiograf gambaran radiolusen dibagian apikal mengecil dibanding sebelumnya (Rusin Savitri dkk, 2007).
DAFTAR PUSTAKA
Andari
R.S. & Endang R, 2007. Perawatan Saluran Akar Satu Kali Kunjungan
pada Gigi Premolar Kedua Kiri Mandibula dengan Nekrosis Pulpa disertai Lesi
Periapikal. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada.
Bence, R. 1990. Buku
Pedoman Endodontik Klinik, terjemahan Sundoro. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia.
Cohen,
S. and Burns, R.C. 1994. Pathways of The Pulp. 6 th ed. St. Louis :
Mosby.
Guttman, J.L.
1992. Problem Solving in Endodontics, Prevention, Identification and Management.
2 nd ed., St Louis : Mosby Year Book.
Grossman, L.I.,
Oliet, S. and Del Rio, C.E., 1988. Endodontics Practice. 11 th ed. Philadelphia
: Lea & Febiger.
Ingle,
J.L. & Bakland, L.K. 1985. Endodontics. 3 rd ed. Philadelphia : Lea
& Febiger.
Mardewi, S. K.
S. A. 2003. Endodontologi, Kumpulan Naskah. Cetakan I. Jakarta : Hafizh.
Tarigan, R.
1994. Perawatan Pulpa Gigi (endodoti). Cetakan I, Jakarta : Widya Medika.
Walton, R. and
Torabinejad, M., 2002. Principle and Practice of Endodontics. 2 nd ed.
Philadelphia : W.B. Saunders Co. weine, F.S. 1996. Endodontic
Therapy. 5 th ed. St. Louis : Mosby Year Book. Inc.
Wediningsih,
Wiwi., dkk. 1996. Frekuensi Nyeri pada
Perawatan Saluran Gigi Anterior Sekali Kunjungan Penelitian Pendahuluan. Jakarta
: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
Komentar
Posting Komentar